Halloween Costume ideas 2015

Lontara Mangkasara


Kebudayaan berasal dari kata dasar budaya, dan kata budaya ini berasal dari Bahasa Sansekerta yakni buddhayah yang memiliki arti akal atau budi. Jadi, kebudayaan merupakan suatu hal yang berhubungan dengan akal serta budi. Kata budaya dalam Bahasa Inggris disebut dengan culture, dan Kata culture sendiri berasal dari Bahasa Latin yakni colere yang memiliki arti dalam mengolah atau mengerjakan, di dalam konteks ini merupakan mengolah tanah atau juga bertani. Colere atau culture tersebut juga diartikan yakni sebagai usaha manusia di dalam mengolah alam.

Di luar dari pengertian tersebut adalah bagaimana terciptanya budaya ini disebabkan adanya keberagaman atau kompleksitas kebutuhan (needs) dari manusia itu sendiri. Kebutuhan itu muncul yang kemudian menjadi penyebab bagaimana cara pemenuhan kebutuhan itu. Beberapa pemenuhan kubutuhan bisa berupa menggunakan, memakai, hingga mengekspresikan dari ide menjadi sebuah karya.

Ragamnya kebutuhan yang harus dipenuhi, kini membuat manusia selalu berpikir dan salah satunya adalah dengan cara mengekspresikannya dari sebuah ide kedalam berbagai wujud seperti musik, lukisan hingga tulisan. Tulisan membuat jalinan komunikasi dengan metode baca tulis. Orang yang mengerti dengan isi dari sebuah tulisan, maka orang tersebut akan mendapatkan pesan dari penulisnya berupa informasi, berita, kabar baik, ungkapan perasaan dan sebagainya. Maka dari itu, sangat diperlukan untuk mengenali huruf yang digunakan dari sebuah tulisan tersebut.

Beberapa pendapat mengatakan bahwa pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatat firman-firman Tuhan, karena itu tulisan terlihat begitu sakral dan terkadang dirahasiakan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, berbagai kompleksitas kehidupan yang dilalui manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan, begitupun pun aneka karya tulisan yang dikreasikan sangat menyentuh nilai-nilai dan jiwa seni dari manusia itu sendiri.

Tulisan dijadikan salah satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya, seperti konsep menghindari lupa adalah dengan menulis, mengikat ilmu pengetahuan adalah dengan menulis, dan sebagainya.

Adapun manfaat diciptakannya tulisan dari beberapa sumber yang admin jadikan acuan adalah:
  1. Sebagai Pengingat
  2. Dapat memperluas jarak komunikasi
  3. Sebagai Manuskrip atau sarana untuk meninggalkan pesan (Ilmu Pengetahuan) yang dapat dipelajari oleh generasi mendatang
  4. Sebagai Sistem Sosial Kontrol
  5. Sebagai Media Interaksi, dan
  6. Sebagai Fungsi estetik

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya, tentunya dapat dilihat sendiri bahwa ada beberapa suku bangsa yang memiliki huruf tulisan berdasarkan budaya dari suku bangsa itu sendiri, dan beberapa suku bangsa dengan pengenalan tulisannya itu punya khas trsendiri seperti Budaya Jawa, Budaya Sunda, Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis Dan Budaya Makassar.

Di sulawesi selatan berdasarkan perkembangannya terkhusus budaya Makassar, itu terbagi tiga yaitu :
  1. Lontara Jangang-jangang
  2. Lontara Bilang
  3. Lontara Belah Ketupat (Lontara Moderen biasa disebut Aksara Sulapa Appa)

Semua jenis huruf selalu diawali dengan lontara, lontara ini adalah sebuah makna yang berarti penulisan jenis huruf tersebut dilakukan di atas daun lontar, dikarenakan pada awalnya memang tulisan tersebut dituliskan di atas daun lontar.

A. Lontara Jangang-jangang


Lontara ini bermula karena perintah dari Karaeng Tumapa’risik Kallonna untuk membuat hurup Makassar. Maka oleh Daeng Pamatte’ pun melaksanakannya dan berhasil memenuhinya. Daeng Pamatte’ akhirnya kemudan berhasil membuat Aksara Lontara yang terdiri dari 18 huruf, dan huruf-huruf lontara yang diciptakan oleh Daeng Pamatte’ disebut Lontara Jangang-Jangang (burung). Ciptaan Daeng Pamatte inilah yang dikenal dengan istilah Lontara Tua (het oude Makassarche letters chrif) dan disebut Lontara Jangang-jangang karena bentuknya seperti burung.

Sumber : Buku harian Pangeran Gowa koleksi Tropenmuseum, no koleksi KIT 668-216

Jenis aksara Lontara ini tercipta dengan memperhatikan atau merujuk pada bentuk burung dari berbagai gaya, seperti bentuk burung yang sedang terbang pada huruf “Ka”, kemudian bentuk burung saat hendak turun ke tanah dapat dilihat pada huruf “Nga”, bentuknya mulai dari ekor, badan dan leher membentuk huruf “Nga”. Lontara Jangang-jangang ini pernah digunakan untuk menulis naskah perjanjian Bungaya.

B. Lontara Bilang


Huruf-huruf yang diciptakan oleh Daeng Pamatte' yakni Lontara Jangang-Jangang, terus mengalami perkembangan dan perubahan sampai pada abad ke XIX. Perubahan huruf tersebut tidak hanya dari segi bentuknya saja, melainkan jumlah hurufnya pun bertambah sesuai kebutuhan saat itu, dari jumlah huruf 18 menjadi 19 dengan adanya penambahan satu huruf lagi yakni huruf “ha” sebagai pengaruh masuknya Islam. (Monografi Kebudayaan Makassar di Sulawesi Selatan 1984 : 11).

Kemudian akibat dari pengaruh Agama Islam sebagai agama resmi di Kerajaan Gowa, maka bentuk huruf yang digunakannya pun ikut mengalami perubahan mengikuti simbol angka dan huruf Arab, seperti huruf Arab nomor 2 disesuaikan sebagai huruf “ka”, lalu angka Arab nomor 2 dengan kombinasi titik di bawahnya diberi dijadikan sebagai huruf “Ga”. Kemudian lagi dari angka tujuh dengan titik di atas dijadikan sebagai huruf “Nga”, juga pada bilangan arab lainnya sebanyak 18 huruf, ditambah dengan huruf "ha" menjadi 19 huruf.

Disebabkan pendekatan hurufnya adalah berupa angka atau bilangan Arab, maka Aksara Lontara ini disebut Lontara Bilang-Bilang (Bilang-Bilang = Hitungan). Lontara Bilang-Bilang ini diperkirakan muncul pada abad 16 yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin (1593-1639).

C. Lontara Belah Ketupat


Dari huruf bilang-bilang hingga ke abad 19, terus mengalami perubahan dan disederhanakan dengan mengambil bentuk huruf dari Belah Ketupat (Sulapa Appa). Siapa yang melaksanakan penyederhanaan Aksara Lontara tersebut? Menurut HD Mangemba, tidaklah diketahui.

Tetapi dapat disimpulkan bahwa penyederhanaan ini terjadi setelah masuknya Islam sebagai agama resmi di kerajaan Makassar. Islam memberikan pengaruh yang sangat besar pada perubahan budaya yang terjadi di Kerajaan Makassar, termasuk huruf dan tulisan.

Adapun huruf tambahan akibat dari pengaruh masuknya Islam dari bahasa arab adalah huruf “Ha”. Menurut Mattulada justeru Daeng Pamatte' jugalah yang menyederhanakan dan melengkapi lontara Makassar itu, maksudnya lengkap dengan huruf "ha" nya, yaitu 19 huruf.

Namun, untuk bentuk penulisan hurufnya adalah penyesuaian dari masa ke masa hingga sampai sekarang.

Lalu dari ke-19 huruf Aksara Lontara itulah yang kemudian dalam perkembangannya lagi untuk keperluan bahasa, maka ditambahkan empat huruf lagi, yaitu ngka, mpa, nra dan nca sehingga menjadi 23 huruf sebagaimana yang dikenal sekarang ini dengan nama Aksara Lontara Belah Ketupat. Karena belah ketupat memiliki empat sisi, sehingga orang Makassar kadang menyebutnya Lontara Sulapa Appa, dan orang Bugis menyebutnya Lontara Sulapa Eppa.

Aksara Lontara ini kadang disebut juga Lontara Moderen atau Lontara yang paling terbaru. Lontara inilah yang saat ini digunakan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Lontara ini berkembang di abad XVIII - XIX

Ada juga pendapat bahwa bentuk aksara lontara menurut budayawan Prof Mattulada (alm) berasal dari "sulapa eppa wala suji". Wala suji berasal dari dua kata, yaitu wala yang berarti pemisah atau pagar atau penjaga, dan suji sendiri yang berarti putri. Jadi Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat.

Budaya Makassar dan Bugis bisa dikatakan salah satu budaya yang beruntung dari beberapa budaya yang ada di Indonesia, karena ada bukti sejarah yang bisa disuguhkan ke generasi sekarang, yakni budaya tulisan yang dikenal dengan aksara lontara. Adapun Aksara Lontara yang digunakan saat ini adalah Aksara Lontara Sulapa Appa yang digunakan oleh orang Makassar dan Bugis.

k
ka
ki
ki
ku
ku
ek
ke
ko
ko
g
ga
gi
gi
gu
gu
eg
ge
go
go
G
nga
Gi
ngi
Gu
ngu
eG
nge
Go
ngo
K
ngka
Ki
ngki
Ku
ngku
eK
ngke
Ko
ngko
p
pa
pi
pi
pu
pu
ep
pe
po
po
b
ba
bi
bi
bu
bu
eb
be
bo
bo
m
ma
mi
mi
mu
mu
em
me
mo
mo
P
mpa
Pi
mpi
Pu
mpu
eP
mpe
Po
mpo
t
ta
ti
ti
tu
tu
et
te
to
to
d
da
di
di
du
du
ed
de
do
do
n
na
ni
ni
nu
nu
en
ne
no
no
R
nra
Ri
nri
Ru
nru
eR
nre
Ro
nro
c
ca
ci
ci
cu
cu
ec
ce
co
co
j
ja
ji
ji
ju
ju
ej
je
jo
jo
N
nya
Ni
nyi
Nu
nyu
eN
nye
No
nyo
C
nca
Ci
nci
Cu
ncu
eC
nce
co
nco
y
ya
yi
yi
yu
yu
ey
ye
yo
yo
r
ra
ri
ri
ru
ru
er
re
ro
ro
l
la
li
li
lu
lu
el
le
lo
lo
w
wa
wi
wi
wu
wu
ew
we
wo
wo
s
sa
si
si
su
su
es
se
so
so
a
a
ai
i
au
u
ea
e
ao
o
h
ha
hi
hi
hu
hu
eh
he
ho
ho

Aksara lontara ini, di mana yang menggunakannya adalah orang Makassar dan orang Bugis memang tidak dapat dipisahkan, karena tulisan lontara telah merekam nilai-nilai luhur (indigeneous knowledge) budaya Makassar dan Bugis yang biasa disebut dengan pappasang (Makassar) atau paseng (Bugis) yang artinya 'pesan-pesan' berupa panngadakkang (Makassar) atau panngaderreng (Bugis) yang artinya "adat istiadat".

Aksara Lontara juga digunakan untuk mencatat manuskrip-manuskrip dari peristiwa atau kisah yang telah terjadi di masa lampau. Aksara lontara juga merupakan lambang identitas suatu daerah dan merupakan nilai luhur budaya orang Makassar dan Bugis, serta sebagai alat transformasi informasi dari nilai-niai luhur yang sangat berharga.

Aksara lontara adalah salah satu aset kekayaan budaya yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata budaya daerah. Selain itu, dapat menjadi aset dan sumber pengembangan budaya nasional.



Labels:

Post a Comment

Bagi yang punya akun di google dapat memberikan komentarnya di sini...

Note: Only a member of this blog may post a comment.

MKRdezign

{facebook#https://www.facebook.com/100078693382572} {twitter#https://twitter.com/MakassarSuku} {pinterest#https://id.pinterest.com/bijamakassar} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCa9fITNc61nClCCeI-4LIUw} {instagram#https://www.instagram.com/bijamakassar}

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget